BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LatarBelakang
NSAID (non steroid anti inflamasi)
adalah obat yang memberikan efek analgesik, antipiretik dan anti inflasasi.
Diklofenak termasuk salah satu obat NSAID, digunakan untuk meredakan nyeri dan
inflamasi otot rangka dan penyakit sendi misalnya, rheumatoid artritis, osteoartritis, dan ankylosing spodylitis, kesleo
dan nyeri lainnya seperti renikolik akut
goot (switman, 2007). Bentuk senyawa yang aktif sebagai anti inflamasi
adalah bentuk garam natrium dan garam dietil amonium. Diklofenak dapat
mengiritasi lambung dan mengalami firstpass
metabolism sehingga hanya 50% obat yang mencapai sirkulasi sistemik bila
diberikan peroral. Pada kadar terapetik 99% terikat protein plasma. Waktu
paruhnya dalam plasma 1 sampai 2 jam. Seperti NSAID pada umunya deklofenak
sering kali menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan pada tempat injeksi ketika
diklofenak diberikan secara intra
muskular.supositoria diklofenak dapat menyebabkan iritasi lokal (Sweetman,
2007). Diklofenak juga tersedia dalam bentuk topikal untuk meminimalkan efek
samping dan memberikan kenyamanan (Katzung, 2002). Natrium diklofenak digunakan
dalam bentuk topikal dengan kadar 1% untuk meringankan gejala nyeri dan
inflamasi (Sweetman, 2007). Beberapa macam sediaan topikal yang ada antara lain
salep pasta, gel, dan krim (Lacman, 1994). Keuntungan sediaan gel dibandingkan
sediaan topikal yang lain adalah mudah merata jika dioleskan pada kulit
tanpa penekanan, memberi sensasi dingin,
tidak menimbulkan bekas dikulit,
dan mudah digunakan (Zatz, 1996). Oleh karena itu dibuat gel dengan bahan
aktif natrium diklofenak, CMC Na sebagai gelling agent, gliserin sebagai
emolient, propilen glikol sebagai humektan, metil paraben sebagai pengawet, dan
aquadest sebagai pelarut.
Farmasis harus mengetahui langkah-langkah
yang tepat untuk
meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan. Dengan cara melakukan, menentukan
formulasi dengan benar dan memperhatikan konsentrasi serta karakteristik bahan
yang digunakan dan dikombinasikan.
B.
Tujuan
Tujuan
praktikum ini adalah membuat formulasi, sediaan, dan mengevaluasi sediaan krim.
C.
Manfaat
Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui cara
membuat formulasi dan mengetahui cara membuat sediaan krim dengan baik serta
melakukan evaluasi pada sediaan yang telah dibuat, sehingga mendapatkan hasil
sediaan yang baik.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Gel adalah suatu sediaan dengan basis yang larut di
dalam air, dibuat dari gom alam tragakan, pektin, karagen, agar, asam alginat,
serta bahan-bahan sintetis dan semisintetis seperti metilselulosa,
hidroksietilselulosa, karboksimetilselulosa, dan karbopol yang merupakan
polimer vinil sintetis dengan gugus karboksil yang terionisasi. Gel umumnya
merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih dan tembus cahaya
yang mengandung zat – zat aktif dalam keadaan terlarut (Lachman, 1994).
Berdasarkan
pelarut yang digunakan gel dapat dibedakan atas hidrogel dan organogel.
Hidrogel merupakan gel dengan pelarut air, sedangkan organogel merupakan gel
dengan pelarut organik seperti etanol, propilenglikol, paraffin cair, etil
asetat, gliserol dan lain-lain. Pelarut organik ini dapat digunakan untuk
bahan-bahan obat yang tidak larut dalam air (Voight, 1994).
Hidrogel cocok sebagai salep tidak berlemak
untuk penerapan pada kulit dengan fungsi berlebih kelenjar sebaseus. Setelah
kering meninggalkan suatu film tembus pandang elastis, dengan daya lekat
tinggi, yang tidak menyumbat pori kulit. Pernafasan tidak dipengaruhi dan dapat dengan mudah dicuci dengan
air, pembebasan bahan obat dinilai sangat bagus. Bahan obat dilepaskan dalam
waktu lebih pendek dan nyaris sempurna dari pembawanya. Hidrogel selanjutnya
berlaku sebagai salep dingin dan salep pelindung. Untuk menghindari suatu penguapan air, disarankan pengisian ke dalam tube
(Voight, 1994).
a. Karakteristik
Gel
Sifat gel yang
sangat khas yaitu (Lieberman,
dkk., 1996) :
1)
Dapat mengembang karena
komponen pembentuk gel dapat mengabsorsi larutan yang mengakibatkan terjadi
penambahan volume.
2)
Sineresis, suatu proses
yang terjadi akibat adanya kontraksi dalam masa gel. Gel bila didiamkan secara
spontan akan terjadi pengerutan dan cairan dipaksa keluar dari kapiler
meninggalkan permukaan yang basah.
3)
Bentuk struktur gel
resisten terhadap perubahan. Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari
komponen pembentuk gel.
b.
Keuntungan Gel (Voight, 1994)
:
1)
Kemampuan
penyebarannya baik pada kulit.
2)
Efek
dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari air pada kulit.
3)
Tidak
ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis.
4)
Kemudahan
pencuciannya dengan air yang baik.
5)
Pelepasan
obatnya baik.
c.
Bahan
Pembentuk Gel
Bahan
yang dapat digunakan sebagai pembentuk gel biasanya adalah hidrokoloid organik
(misalnya tragakan, natrium alginat, turunan selulosa dan turunan
polikarboksilat) dan hidrokoloid anorganik (misalnya bentonit dan veegum) (Anief, 1987; Voight, 1994) :
1) Tragakan
Jumlah tragakan yang dibutuhkan
untuk membentuk gel tergantung pada tujuan penggunaan. Sebagai lubrikan
biasanya digunakan dengan konsentrasi 2-3% sedangkan sebagai pembawa obat
topikal digunakan sekitar 5%. Penggunaan tragakan kurang diminati karena
viskositasnya dipengaruhi oleh pH dan film yang ditinggalkan pada kulit
cenderung membentuk flek dan mudah terdegradasi oleh mikroba.
2) Natrium alginat
Natrium alginat digunakan sebagai
lubrikan dengan konsentrasi 1,5-2%, sedangkan pada topikal digunakan 5-10%.
Natrium alginat kurang disukai karena menghasilkan warna kuning tua dan
membentuk massa gel yang kurang baik.
3) Derivat selulosa
Derivat selulosa penggunaannya lebih
luas sebagai bahan pembentuk gel karena dapat menghasilkan gel yang netral
terhadap alkali dan asam dengan viskositas yang sangat stabil dan resistensinya
sangat baik terhadap mikroba. Kejernihannya yang tinggi karena bebas dari
pengotor yang tidak larut dan memberikan lapisan film bila mengering pada
kulit. Derivat selulosa yang biasanya digunakan adalah Na CMC, HPMC dan
lain-lain.
4) Pektin
Pektin dapat digunakan sebagai dasar
gel untuk produk asam. Penggunaannya hampir selalu dengan gliserin sebagai
humektan dalam basis gel untuk sediaan topikal. Pektin sangat mudah mengalami
degradasi oleh mikroba sehingga faktor penyimpanan perlu mendapatkan perhatian
khusus.
5) Bentonit
Bentonit digunakan sebagai basis gel
untuk topikal dengan konsentrasi 7-20%. Gel yang dihasilkan mempunyai pH 9
sehingga kurang cocok untuk kulit dan viskositasnya tidak stabil.
6) Karbomer
Digunakan sebagai pengental sediaan
dan produk kosmetik. Karbomer merupakan polimer dari asam akrilat dan dapat
membentuk gel pada konsentrasi 0,5%. Dalam sistem cair, basa inorganik seperti
NaOH, KOH atau NH4OH sebaiknya ditambahkan. pH harus dinetralkan
karena karakter gel yang dihasilkan dipengaruhi oleh proses netralisasi atau pH
yang tinggi. Viskositas dispersi karbomer dapat menurun dengan adanya ion-ion.
Merupakan gelling agent yang kuat dan
hanya diperlukan konsentrasi kecil.
d. Pembuatan Gel
Proses pembuatan gel bervariasi
sangat tergantung bahan dasar dan bahan obat yang digunakan, viskositas,
konsistensi sistem koloid atau sistem dispersi dan faktor lain yang erat
pengaruhnya pada proses pembuatan. Pembuatan gel dapat dilakukan dengan cara
pencampuran bahan dalam keadaan dingin atau dalam pemanasan. Pencampuran dapat
dilakukan dengan cara mencampurkan sebagian atau seluruh gel kemudian
dipanaskan atau dikembangkan dalam air panas. Pencampuran dalam keadaan dingin
dilakukan dengan cara mencampurkan bahan-bahan gel sedemikian rupa sehingga
dihasilkan sediaan yang terdispersi secara homogen (Voight, 1994).
Umumnya pembuatan gel dengan
viskositas rendah jauh lebih mudah dibandingkan dengan gel viskositas tinggi.
Pada proses pembentukan gel mula-mula campuran diaduk kuat untuk mencegah
timbulnya gelembung udara sampai sediaan cukup kental atau tidak terlalu sulit
untuk dituang. Basis gel yang telah terbentuk ditambahkan ke dalam bahan obat
yang dilarutkan dalam air atau dalam pelarut yang cocok. Untuk bahan yang tidak
tahan pemanasan ditambah setelah basis gel dingin (Voight, 1994).
e. Penyimpanan Gel
Sediaan gel merupakan sediaan yang
mengandung air atau pelarut lain yang mudah menguap seperti etanol, maka pada
waktu penyimpanan besar sekali kemungkinan terjadinya penguapan yang
menyebabkan sediaan menjadi lebih padat dan kering (xerogel). Untuk mencegah
hal tersebut, maka wadah yang digunakan adalah wadah yang bermulut lebar,
tertutup rapat dan disimpan di tempat sejuk (Voight, 1994).
f. Evaluasi Sediaan Gel
1) Pemeriksaan
organoleptis
Pengamatan
dilihat secara langsung bentuk, warna dan bau dari gel yang dibuat. Gel
biasanya jernih dengan konsistensi setengah padat (Ansel, 1989).
2) Pemeriksaan
Homogenitas
Homogenitas
adalah salah satu faktor penting dan merupakan tolak ukur kualitas sediaan gel
karena zat aktif yang digunakan berupa ekstrak yang harus terdistribusi merata
dalam sediaan. Hal ini dapat ditunjukkan bila suatu gel dioleskan pada sekeping
kaca transparan, maka gel tersebut harus menunjukkan susunan yang homogen dan
tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1985).
3)
Pemeriksaan pH
Derajat
keasaman atau pH sediaan gel diusahakan sama dengan pH fisiologis kulit dan apabila terdapat
perbedaan, pH harus aman bila digunakan. Semakin jauh beda antara pH gel dengan
pH fisiologis kulit
(dapat lebih tinggi atau lebih rendah) maka sediaan dapat menimbulkan efek
samping yang merugikan. Pengukuran pH dilakukan dengan cara mencelupkan alat pH
meter ke dalam sediaan gel sampai menunjukkan angka yang konstan setelah
beberapa saat. Nilai pH didapatkan dari angka tersebut (Depkes RI, 1995).
4) Pengujian
Daya Sebar
Uji
daya sebar bertujuan untuk mengetahui kelunakan dari sediaan sehingga memberi
kenyamanan pada saat pemakaian. Semakin besar nilai diameter daya sebar maka
semakin besar luas permukaan yang bisa dijangkau oleh sediaan. Luas penyebaran
berbanding lurus dengan kenaikan penambahan beban, semakin besar beban yang
ditambahkan daya sebar yang dihasilkan semakin luas. Pengujian daya sebar dilakukan
dengan cara sebanyak 0,5 gram sampel gel diletakkan di atas alat uji daya sebar
kemudian ditutup, dibiarkan selama 15 detik dan luas daerah yang diberikan oleh
sediaan dihitung, kemudian di atasnya diberi beban dan masing-masing dibiarkan
selama 60 detik. Pertambahan luas yang diberikan oleh sediaan dapat dihitung
(Voight, 1994).
5) Pengujian
Viskositas
Uji
viskositas bertujuan untuk mengetahui seberapa kental sediaan yang dihasilkan,
dimana viskositas tersebut menyatakan besarnya kekuatan suatu cairan untuk
mengalir. Semakin tinggi viskositas, akan makin besar tahanannya. Sediaan
diukur viskositasnya dengan menggunakan Viskotester
VT 04 RION, LTD. Prinsip pengukuran viskositas dengan alat ini adalah
cairan uji dimasukkan ke dalam mangkuk, rotor dipasang kemudian alat
dihidupkan. Viskositas zat cair dapat langsung dibaca pada skala (Andriana et al., 2011).
B.
Tinjauan
tentang Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak
paling luar dan organ terbesar tubuh manusia. Luas kulit orang dewasa 1.5 meter
persegi. Kulit merupakan organ yang
vital dan bervariasi mengikut keadaan iklim, umur, seks, ras dan juga
bergantung lokasi tubuh. Warna kulit ada bermacam-macam, dari kulit yang terang
(fairskin), pirang dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi,
serta warna hitam kecoklatan pada genitalia orang dewasa. Demikian pula kulit
bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya; kulit yang elastik dan longgar
terdapat pada palpebra, bibir, dan preputium. Kulit yang tebal dan tegang
terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada
muka, yang lembut pada leher dan badan, yang
berambut kasar terdapat pada kepala (Wasitaatmadja, 2007).
Kulit terbagi menjadi tiga lapisan utama
yaitu lapisan epidermis, lapisan dermis dan lapisan subkutis.
1. Epidermis
Lapisan
epidermis terdiri atas:
a. stratum
korneum
b. stratum
lusidum
c. stratum
granulosum
d. stratum
spinosum
e. stratum
basale (Wasitaatmadja, 2007) .
Stratum korneum adalah lapisan kulit
yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan
protoplasma telah berubah menjadi keratin. Stratum lusidum terdapat langsung di
bawah lapisan korneum, merupakan lapisan
sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut
eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki.
Stratum granulosum merupakan dua atau tiga lapis sel-sel gepenag dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat
inti di antaranya. Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk
poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Stratum
basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun vertikal. Lapisan ini
merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Selain itu, sel ini membentuk
melanin yang mengandung butir pigmen (melanosomes) (Wasitaatmadja, 2007).
2. Lapisan
Dermis
Lapisan dermis adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih
tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri
atas lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan
folikel rambut. Secara garis besar lapisan dermis dibagi menjadi dua bagian yakni (Wasitaatmadja, 2007).:
a. Pars papilare
b. Pars retikulare
Pars papilare merupakan bagian yang
menonjol ke epidermis, berisi serabut saraf dan pembuluh darah. Pars retikulare
merupakan bagian dibawahnya yang menonjol ke arah subkutan. Bagian ini terdiri
atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin, dan retikulin
(Wasitaatmadja, 2007).
3. Lapisan
subkutis
Lapisan subkutis adalah lanjutan dermis,
terdiri atas jaringan ikat berisi sel-sel
lemak di dalamnya. Lapisan sel-sel lemak ini disebut panikulus adiposa,
berfungsi sebagai cadangan makanan (Wasitaatmadja, 2007).
C.
Tinjauan
tentang Formula Gel
Bahan
yang digunakan dalam pembuatan sediaan semipadat berupa gel umumnya terdiri
dari bahan aktif, pembentuk gel (gelling
agent), pengawet dan bahan tambahan lain (Sulaiman dan Kuswahyuning, 2008)
:
a. Bahan
Aktif
Bahan
aktif merupakan bahan yang didapat dari bahan alam maupun bahan kimia. Bahan
aktif berperan penting dalam setiap sediaan, terutama dalam sediaan semipadat.
b. Pembentuk
Gel (gelling agent)
Pembentuk
gel penting sebagai bahan pengikat membentuk suatu semisolid yang stabil. Bahan
pembentuk gel yang biasa digunakan adalah koloid hidrofilik yang dapat
terdispersi dalam media air. Bahan yang biasa digunakan gum alam seperti lumut
inggris, gum tragakan, selulosa sintetik, CMC-Na, Magnesium Alumunium Silikat dan lain-lain.
c. Pengawet
Penambahan
pengawet digunakan untuk menjaga dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme pada
sediaan gel. Bahan pengawet yang sering digunakan adalah metil paraben dan
propil paraben. Pemilihan bahan pengawet harus disesuaikan dengan stabilitasnya
terhadap komponen lain dalam formulasi dan wadah serta pengaruhnya terhadap
tempat aplikasi. Pengawet idealnya efektif tehadap konsentrasi rendah, larut
pada konsentrasi yang digunakan, kompatibel dengan komponen lain dalam
formulasi dan wadah, tidak berbau dan berwarna, stabil pada spektrum yang luas
dan murah.
d. Bahan
tambahan lain
Kehilangan
komponen air dapat dicegah dengan penambahan bahan yang bersifat higroskopik
(humektan) seperti gliserin, propilen glikol dan sorbitol. Humektan penting
digunakan untuk mencegah pengeringan sediaan. Humektan dapat juga berfungsi
sebagai pelicin sediaan. Bahan pemanis dapat juga ditambahkan ke dalam sediaan
gel untuk menutupi rasa dari bahan aktif yang pahit.
Bahan-bahan
yang digunakan dalam pembuatan gel dengan
bahan aktif Natrium diklofenak adalah :
a. Natrium diklofenak
Natrium diklofenak memiliki rumus molekul CH10Cl12NNaO2. Memiliki pemerian Putih, atau agak kekuningan, sedikit higroskopis,
bubuk Kristal. Kelarutan sedikit larut dalam air, mudah larut dalam methanol,
larut dalam ethanol 96%, sedikit larut dalam aseton. Stabilitas larutan
yang sudah tidak mengandung oksigen lebih stabil dibandingkan dengan yang
mengandung oksigen. Inkompabilitas dalam larutan dengan pH
lebih kecil dari 2, potensi berkurang dan cepat rusak dalam larutan alkali hidroksida. Kegunaannya sebagai
siklooksigenase inhibitor, analgesic, antiinflamasi. Penyimpanan dalam
wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya. Kadar
penggunaan penggunaan topical
dalam sediaan gel sebanyak 1%. Disimpan dalam tempat
tertutup baik, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk dan kering. Digunakan sebagai coating agent, stabilizing agent,
suspending agent, tablet and capsule disintegrant, tablet binder, viscosity
increasing agent, water-absorbing agent. Kadar
kegunaan
sebagai emulsifying agent
0,25 - 1,0%,
gel-forming agent 3,0 –
6,0%, dan oral solution 0,1 – 1,0% (British Pharmacopoea, 1893). Natrium diklofenak digunakan
untuk menghilangkan rasa sakit gejala lokal dan pergelangan kaki, epikonditis.
Untuk sediaan topikal digunakan kadar 1% dengan dosis 4 kali sehari dioleskan
pada bagian yang sakit (Martindale, 2009).
b. Natrium
Karboksi Metil Selulosa (CMC Na)
Bahan
pembentuk gel (gelling agent) yang
digunakan adalah Natrium
karboksimetilselulosa (CMC Na). CMC Na adalah garam sodium yang berasal dari
sebuah polikarboksimetil eter selulosa. Berat molekulnya adalah 90.000-700.000
g/mol. CMC Na digunakan sebagai agen penyalut, agen stabilitas, suspending
agent, disintegran tablet dan kapsul, pengikat tablet serta agen pengabsorbsi
air. Natrium karboksimetilselulosa biasa digunakan dalam bentuk sediaan oral
dan topikal. Utamanya, untuk meningkatkan viskositas atau kekentalan dalam
sediaan tersebut. Natrium karboksimetilselulosa juga digunakan sebagai bahan
pengikat dan diintegrasi dalam pembuatan tablet, serta untuk stabilitas emulsi.
Sebagai gelling agent, konsentrasi Na-CMC yang digunakan sebesar 3-6 % (Rowe, dkk., 2006).
Alasan :
menghasilkan gel yang bersifat netral, viskositas stabil, resisten terhadap
pertumbuhan mikroba, jernih dan menghasilkan film yang kuat pada kulit ketika
kering (Kumalasari, 2014).
c. Metil
Paraben
Metil
paraben memiliki ciri-ciri serbuk hablur halus, berwarna putih, hampir tidak
berbau dan tidak mempunyai rasa kemudian agak membakar diikuti rasa tebal
(Depkes, 1979; Rowe dkk., 2006).
Metil
paraben banyak digunakan sebagai pengawet dan antimikroba dalam kosmetik,
produk makanan dan formulasi farmasi dan digunakan baik sendiri atau dalam
kombinasi dengan paraben lain atau dengan antimikroba lain. Konsentrasi metil
paraben yang digunakan untuk sediaan oral antara 0,015-0,2 %, sedangkan untuk
sediaan topikal berkisar antara 0,02-0,3%. Pada kosmetik, metil paraben adalah
pengawet antimikroba yang paling sering digunakan. Jenis paraben lainnya
efektif pada kisaran pH yang luas dan memiliki aktivitas antimikroba yang kuat.
Metil paraben meningkatkan aktivitas antimikroba dengan panjangnya rantai
alkil, namun dapat menurunkan kelarutan terhadap air, sehingga paraben sering
dicampur dengan bahan tambahan yang berfungsi meningkatkan kelarutan. Kemampuan
pengawet metil paraben ditingkatkan dengan penambahan propilen glikol (Rowe
dkk., 2006).
Alasan : Paraben efektif pada kisaran
pH yang luas dan memiliki spektrum aktivitas antimikroba
(Kumalasari, 2014).
d.
Gliserin
Gliserin
ditambahkan untuk mencegah kehilangan komponen air dari gel. Gliserin merupakan
cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, kental, higroskopis, tetapi memiliki
rasa manis, kira-kira 0,6 kali lebih manis daripada sukrosa. Gliserin digunakan
dalam berbagai formulasi farmasi termasuk sediaan oral, mata, topikal dan
parenteral. Dalam formulasi farmasi topikal dan kosmetik, gliserin digunakan
terutama untuk humektan dan emolien dengan konsentrasi ≤30%. Dalam formulasi
parenteral, gliserin digunakan terutama sebagai pelarut (Rowe dkk., 2006).
Alasan : mencegah gel menjadi kering, gliserin umumnya dianggap sebagai basis tidak
beracun dan bahan non iritan (Kumalasari, 2014).
e. Propilen
glikol
Propilen
glikol banyak digunakan sebagai pelarut dan pembawa dalam pembuatan sediaan
farmasi dan kosmetik, khususnya untuk zat-zat yang yang tidak stabil atau zat
yang tidak dapat larut dalam air. Propilen glikol berupa cairan bening, tidak
berwarna, kental dan hampir tidak berbau. Memiliki rasa manis sedikit tajam
menyerupai gliserol. Dalam kondisi biasa, propilen glikol stabil dalam wadah
yang tertutup baik dan juga merupakan suatu zat kimia yang stabil bila dicampur
dengan gliserin, air, atau alkohol (Rowe dkk., 2006).
Propilen
glikol telah banyak
digunakan sebagai pelarut
dan pengawet dalam berbagai
formulasi parenteral dan nonparenteral.
Propilen glikol secara umum merupakan
pelarut yang lebih baik dari gliserin dan dapat melarutkan berbagai bahan,
seperti kortikosteroid, fenol, obat-obatan sulfa, barbiturat, vitamin A dan D,
alkaloid, dan banyak anestesi lokal (Rowe dkk., 2006).
Alasan : untuk mengurangi
kecepatan penguapan air dari
sediaan terutama setelah digunakan (Kumalasari, 2014).
BAB
III
METODOLOGI
A.
Alat
Alat
yang digunakan dalam praktikum ini terdiri dari timbangan analitik, spatula,
cawan porselen, batang pengaduk, kertas perkamen, sudip, mortir, stemper, pipet
tetes, lap kain, tisu, pot salep, gelas
ukur, beaker glas, heater air, dan sendok tanduk.
B.
Bahan
Bahan-bahan
yang digunakan adalah Natrium diklofenak, CMC Na, Gliserin, Propilen glikol, Metil
paraben,
dan Aquadest
C.
Prosedur
Kerja
1.
Formulasi
Sediaan Cream
Formulasi
cream yang digunakan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel
1. formulasi cream
No.
|
Nama Bahan
|
Kegunaan
|
Rentang
|
Formula
|
Gram
|
1.
|
Natrium
diklofenak
|
Bahan Aktif
|
1%
|
1%
|
0,3
|
2.
|
CMC Na
|
Gelling Agent
|
3-6%
|
3%
|
1,5
|
3.
|
Gliserin
|
Emolient
|
≤ 30%
|
10%
|
3
|
4.
|
Propilen
Glikol
|
Humektan
|
|
5%
|
1,5
|
5.
|
Metil Paraben
|
Pengawet
|
0,02-0,3%
|
0,3%
|
0,09
|
6.
|
Aquadest
|
Pelarut
|
|
Ad 100%
|
23,61
|
2.
Penimbangan
a.
Natrium
diklofenak
b.
CMC Na
c.
Gliserin
d.
Propilen Glikol
e.
Metil Paraben
f.
Aquadest yang digunakan
= 30 - (0,3+ 1,5+ 3+1,5+0,09)
= 30 - 6,39
= 23.61 mL
3.
Cara
kerja
a)
Natrium
diklofenak dilarutkan dengan sebagian air.
b)
CMC
Na dikembangkan dengan air 20 kali beratnya didalam mortar.
c)
Sedikit
demi sedikit larutan natrium diklofenak dimasukkan dalam basis (b).
d)
Ditambahkan
gliserin dan digerus sampai homogen.
e)
Metil
paraben dilarutkan dengan propilen glikol kemudian dicampurkan kedalam campuran
(d).
f)
Sediaan
yang telah jadi dimasukkan kedalam wadah.
4.
Cara
Evaluasi Sediaan
a.
Uji organoleptis
Pengujian
organoleptis
dilakukan dengan mengamati sediaan salep dari bentuk, bau, dan warna sediaan
(Anief, 1997).
b.
Uji pH
Pengujian
ini dilakukan dengan menggunakan pH-indikator strip. Sediaan dimbil sedikit
kemudian dilarutkan dengan air diaduk sampai homogen. Masukkan indicator strip
kedalam cawan kemudian dicocokkan pada pH indicator dan diamati perubahan warna
yang terjadi.
c.
Uji homogenitas
Pengujian
ini dilakukan untuk mengetahui homogenitas atau tercampurnya bahan-bahan pada
sediaan cream tersebut.
Pengujian ini dilakukan
dengan cara :
1.
Diambil cream atau
sediaan secukupnya
2.
Doleskan diatas kertas
perkamen
3.
Diratakan dengan
bantuan batang pengaduk
4.
Diamati apakah terdapat
gumpalan atau tidak
d.
Uji daya sebar
Pengujian
ini diartikan sebagai kemampuan menyebarnya salep pada kulit. Dilakukan dengan
cara:
1.
Ditimbang 0,5 g cream
2.
Diletakkan ditengah
alat uji (kaca berskala), diamkan 2 menit
3.
Ditambahkan beban 50 g,
dilakukan selama 1 menit, dicatat diameter hasilnya
4.
Ditambahkan beban 100
g, diamkan selama 1 menit, dicatat diameter hasilnya
5.
Ditambahkan beban 150
g, diamkan selama 1 menit, dicatat diameter hasilnya
e.
Uji acceptabilitas
Pengujian
ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan dan pertahanan aktivitas obat atau
cream terhadap pencucian. Sediaan dioleskan pada permukaan kulit kemudian
dibilas menggunakan air.
D.
Rancangan
Kemasan
1.
Dos
/wadah
2.
Brosur
3.
Etiket
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Hasil
evaluasi sediaan
1. Uji
Organoleptik
Kriteria uji
|
Hasil uji
|
Bau
|
Tidak berbau
|
Warna
|
Putih bening
|
Tekstur
|
Lembek
|
Bentuk
|
Gel
|
2. Uji
pH
No.
|
Kriteria Uji
|
Hasil Uji
|
1
|
pH
|
7
|
3. UJi
Daya Sebar
No.
|
Kriteria Uji
|
Hasil Uji
|
1
|
Tanpa Beban
|
3 cm
|
2
|
Beban 50 gram
|
4 cm
|
3
|
Beban 100 gram
|
4,5 cm
|
4
|
Beban 150 gram
|
4,8 cm
|
4. Uji
Homogenitas
No.
|
Kriteria Uji
|
Homogenitas
|
1
|
Terdapat gumpalan/tidak
|
Tidak terdapat gumpalan
|
5. Uji
Acceptabilitas
No.
|
Kriteria Uji
|
Hasil Uji
|
1
|
Saat Dioleskan
|
Mudah dioleskan
|
2
|
Kelembutan
|
Lembut
|
3
|
Tercuci Air
|
Mudah tercuci air
|
B.
Pembahasan
1)
Pembuatan
sediaan
Sediaan yang dibuat kali ini adalah gel. Dalam pembuatan gel, dibutuhkan suatu bahan yang
dapat membentuk masa gel pada sediaan. Pada praktikum kali ini digunakan
gelling agent berupa CMC Na. CMC Na dipilih karena menghasilkan
gel yang bersifat netral, viskositas stabil, resisten terhadap pertumbuhan
mikroba, jernih dan menghasilkan film yang kuat pada kulit ketika kering (Kumalasari, 2014). CMC Na yang ditambahkan sebesar 5%
dikembangkan dengan air sebanyak 20 kalinya, didiamkan selama 15 menit diaduk
perlahan sampai terbentuk masa gel.
Sediaan gel mengandung 78,7% air, dalam penyimpanannya dikawatirkan akan
terjadi kontak dengan udara ataupun medium lain, sehingga sediaan menjadi media
ideal dalam pertumbuhan dan kontaminasi mikroorganisme. Untuk menghindari hal
tersebut ditambahkan pengawet sebagai bahan untuk menghambat pertumbuhan dan
kontaminasi mikroba dalam sediaan selam penyimpanan. Dalam formula ini
ditambahkan metilparaben sebesar 0,3% sebagai pengawet. Metil paraben digunakan
karena efektif pada kisaran pH yang luas dan memiliki spektrum
aktivitas antimikroba (Kumalasari, 2014).
Sediaan
ditujukan untuk penggunaan topikal yang bertujuan mengurangi rasa sakit dan
gejala lokal pada kesleo pergelangan kaki ataupun nyeri sendi lainnya. Sehingga
menggunakan bahan aktif natrium diklofenak yang bekerja menghilangkan rasa sakit gejala
lokal dan pergelangan kaki, epikonditis. Untuk sediaan topikal digunakan kadar
1% dengan dosis 4 kali sehari dioleskan pada bagian yang sakit (Martindale,
2009).
Dalam formula digunakan propilen glikol
sebagai bahan untuk meningkatkan penetrasi obat ke daerah nyeri. Propilen
glikol juga digunakan untuk melarutkan bahan pengawet. Propilen glikol dipilih
karena dapat mengurangi kecepatan penguapan air dari sediaan terutama setelah digunakan (Kumalasari, 2014).
Gliserin digunakan sebagai emolient untuk mencegah gel menjadi kering, gliserin dipilih karena
tidak beracun dan bahan non iritan (Kumalasari, 2014). Sehingga diharapkan gel yang dibuat
dapat digunakan sebagai perlindungan bagi kulit. Pada kondisi normal kandungan
air dan tekanan uap epidermis lebih tinggi dari tekan udara sekitarnya,
sehingga terjadi penguapan air dari prmukaan kulit. Kulit menjadi kering karena
kehilangan air yang berlebihan dari lapisan tanduk ketika terpapar pada
kelembapan yang rendah, hidrasi yang tidak cukup dari lapisan epidermis
dibawahnya, dan pergerakan udara. Oleh karena itu penambahan gliserin dapat
mencegah hal tersebut.
2)
Evaluasi
1. Uji
Organoleptik
Hasil
pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih bening, tidak berbau, bertekstur lembek seperti standartnya gel. hasil pemeriksaan organoleptis tidak menunjukkan
pemisahan fase, perubahan warna, maupun perubahan bau selama penyimpanan.
2. Uji
pH
Hasil
pengukuran pH sediaan hampir memenuhi
kriteria pH kulit yaitu pada
gel
ini menunjukan pH 7 sedangkan kriteria pH kulit
yaitu berada pada interval pH 4,5-6,5
(Naibaho, dkk, 2013). Seharusnya pH yang dihasilkan sesuai dengan pH pada
kulit, hasil ini dikarenakan bahan-bahan yang digunakan banyak yang bersifat basa.
Sediaan yang tidak memenuhi kriteria pH akan menyebabkan kulit menjadi kering.
3. Uji
Daya Sebar
Pengujian daya sebar pada sediaan gel ini dilakukan untuk melihat
kemampuan sediaan menyebar pada kulit, dimana suatu basis gel sebaiknya memiliki
daya sebar yang baik untuk menjamin pemberian bahan obat yang memuaskan. Hasil
pengukuran daya sebar dapat dilihat
pada tabel uji evaluasi. Perbedaan daya sebar antara beban yang digunakan yaitu, semakin berat beban yang
digunakan maka semakin besar diameter yang dihasilkan. Ini menunjukkan bahwa gel yang dihasilkan sudah baik.
Perbedaan daya sebar sangat
berpengaruh pada kecepatan difusi zat aktif dalam melewati membran. Semakin
luas membran tempat sediaan menyebar maka koefisien difusi makin besar yang
mengakibatkan difusi obatpun semakin meningkat, sehingga semakin besar daya
sebar suatu sediaan maka makin baik (Hasyim et al, 2012).
4. Uji
Homogenitas
Uji homogenitas yang dilakukan
memberikan hasil yang homogen untuk sediaan gel,
dilihat berdasarkan tidak adanya gumpalan maupun butiran kasar pada sediaan. Ini menunjukkan gel yang dihasilkan sudah homogen.
Sediaan gel yang homogen
mengindikasikan bahwa ketercampuran dari bahan-bahan gel yang digunakan baik.
Suatu sediaan gel
harus homogen dan rata agar tidak menimbulkan iritasi dan terdistribusi merata
ketika digunakan.
5. Uji
Acceptabilitas
Kemudahan suatu sediaan saat
dioleskan dipermukaan kulit berpengaruh pada absorpsi obat melalui kulit dan
acceptabilitas pada pasien. Semakin mudah dioleskan pada kulit maka konsentrasi
obat yang diabsorpsi oleh kulit juga meningkat.
Sediaan gel yang
dihasilkan mudah tercuci air sehingga waktu kontak dengan permukaan kulitn
cepat. Waktu kontak sediaan dengan permukaan kulit juga berpengaruh pada
absorpsi obat melalui kulit. Semakin besar waktu kontak obat pada kulit maka
konsentrasi obat yang diabsorpsi oleh kulit juga meningkat (Naibaho, dkk,
2013).
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Formulasi gel yang
dibuat sediaan menghasilkan kriteria salep yang baik dibuktikan dengan uji
organoleptis, uji daya sebar, uji homogenitas, uji acceptabilitas, dan uji pH.
B.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
melihat stabilitas gel pada penyimpanan dengan berbagai suhu. Perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut untuk membuat formula gel ekstrak daun jambu mete dengan gelling agent yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Andriana et al., 2011. Pengaruh
Konsentrasi Tragakan terhadap Mutu Fisik Sediaan Pasta Gigi Ekstrak Etanolik
Daun Mahkota Dewa (Phaleria papuana Warb Var. Wichnannii) sebagai Antibakteri Streptococcus mutans.
Jurnal Farmasi Indonesia, Vol. 8 No. 1.
Anief, M. 1997. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
Anief, M., 1987. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik.
Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Ansel, H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV, Jakarta : Universitas
Indonesia Press.
Depkes RI, 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Depkes RI, 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Ditjen POM, 1985. Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan.
Hasyim, N., K. L. Pare, I.
Junaid, A. Kurniati. 2012. Formulasi dan
Uji Efektivitas Gel Luka Bakar Ekstrak Daun Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata L.)
pada Kelinci (Oryctolagus cuniculus). Majalah Farmasi dan Farmakologi.
16(2): 89-94.
Katzung, B.G. 2002. Farmakologi
Dasar dan Klinik (Terjemahan: Dripa Sjabana,
dkk), edisi kedua. Jakarta: Penerbit Salemba Medika , hal. 462.
Kumalasari, Nur. 2014. Pengaruh
Perbedaan Konsentrasi Cmc Na Terhadap Karakteristik Sediaan Gel Ekstrak Daun
Jambu Mete (Anacardium Occidentale L.). Naskah
Skripsi. Program Studi S-1 Farmasi Fakultas Farmasi Bhakti Wiyata Kediri.
Lachman,
L., Lieberman, H.A., dan Kanig, J.L., 1994. Teori
dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta : Terjemahan Siti Suyatmi,
Universitas Indonesia Press.
Lieberman, H. A., Rieger, M.M., dan
Banker, G.S., 1996. Pharmaceutical Dosage From Dispers System.
Volume 3. Marcel Dekker Inc, New York.
Naibaho, Olivia H. Paulina V.
Y. Yamlean, Weny Wiyono. 2013. Pengaruh
Basis Salep Terhadap Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Daun Kemangi ( Ocimum
Sanctum L.) Pada Kulit Punggung Kelinci Yang Dibuat Infeksi Staphylococcus
Aureu. Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 2 No. 02. ISSN 2302 – 2493.
Rowe, R.C., Sheskey, P.J., dan Owen
S.C., 2006. Handbook of Pharmaceutical
Excipients. Fifth edition. American Pharmaceutical Association and the
Pharmaceutical Society of Great Britain. Washington dan London.
Sulaiman, T.N.S. dan Kuswahyuning, Rina,
2008. Teknologi dan Formulasi Sediaan
Semipadat, Yogyakarta: Lab. Teknologi Farmasi Fak. Farmasi UGM.
Sweetman, C Sean. 2009. Martindale The Complite Drug Reference Six
Edition. London: Pharmaceutical Press.
The Departement of Healt. 2009.
British Pharmacopoeia. London: The
Stationery Office On Behalf Of The Medicines and Healthcare.
Voigt, Rudolf, 1994. Buku pelajaran Teknologi farmasi. Edisi
V, Jakarta : Penerjemah: Soendani, Noerono, Gadja Mada University Press.
Zatz, J.L., Kushla, G.P. 1996. Gels, Intervensi: Lieberman, H.A., Rieger,
M.M., Banker, G.S. Pharmaceutical Dosage
Forms: Disperse Systems. vol.2,
New York: Marcell Dekker Inc.,
pp. 399-415.
Penimbangan Bahan
Penimbangan
natrium diklofenak
|
Penimbangan gliserin
|
Penimbangan CMC Na
|
Penimbangan metil paraben
|
Penimbangan propilen glikol
|
Evaluasi Sediaan Gel
Evaluasi
daya sebar beban 100 g
|
Evaluasi
daya sebar beban 50 g
|
Evaluasi
daya sebar tanpa beban
|
Evaluasi
daya sebar beban 150 g
|
Uji
Homogenitas
|
Evaluasi
pH
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar