Kamis, 07 April 2016

BAB I
PENDAHULUAN

A.  LatarBelakang
NSAID (non steroid anti inflamasi) adalah obat yang memberikan efek analgesik, antipiretik dan anti inflasasi. Diklofenak termasuk salah satu obat NSAID, digunakan untuk meredakan nyeri dan inflamasi otot rangka dan penyakit sendi misalnya, rheumatoid artritis, osteoartritis, dan ankylosing spodylitis, kesleo dan nyeri lainnya seperti renikolik akut goot (switman, 2007). Bentuk senyawa yang aktif sebagai anti inflamasi adalah bentuk garam natrium dan garam dietil amonium. Diklofenak dapat mengiritasi lambung dan mengalami firstpass metabolism sehingga hanya 50% obat yang mencapai sirkulasi sistemik bila diberikan peroral. Pada kadar terapetik 99% terikat protein plasma. Waktu paruhnya dalam plasma 1 sampai 2 jam. Seperti NSAID pada umunya deklofenak sering kali menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan pada tempat injeksi ketika diklofenak diberikan secara intra muskular.supositoria diklofenak dapat menyebabkan iritasi lokal (Sweetman, 2007). Diklofenak juga tersedia dalam bentuk topikal untuk meminimalkan efek samping dan memberikan kenyamanan (Katzung, 2002). Natrium diklofenak digunakan dalam bentuk topikal dengan kadar 1% untuk meringankan gejala nyeri dan inflamasi (Sweetman, 2007). Beberapa macam sediaan topikal yang ada antara lain salep pasta, gel, dan krim (Lacman, 1994). Keuntungan sediaan gel dibandingkan sediaan topikal yang lain adalah mudah merata jika dioleskan pada  kulit  tanpa  penekanan,  memberi sensasi  dingin,  tidak  menimbulkan bekas  dikulit,  dan  mudah  digunakan (Zatz,  1996). Oleh karena itu dibuat gel dengan bahan aktif natrium diklofenak, CMC Na sebagai gelling agent, gliserin sebagai emolient, propilen glikol sebagai humektan, metil paraben sebagai pengawet, dan aquadest sebagai pelarut.
Farmasis harus mengetahui langkah-langkah yang tepat untuk meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan. Dengan cara melakukan, menentukan formulasi dengan benar dan memperhatikan konsentrasi serta karakteristik bahan yang digunakan dan dikombinasikan.

B.  Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah membuat formulasi, sediaan, dan  mengevaluasi sediaan krim.

C.  Manfaat
Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui cara membuat formulasi dan mengetahui cara membuat sediaan krim dengan baik serta melakukan evaluasi pada sediaan yang telah dibuat, sehingga mendapatkan hasil sediaan yang baik.




















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Tinjauan Tentang Gel
Gel adalah suatu sediaan dengan basis yang larut di dalam air, dibuat dari gom alam tragakan, pektin, karagen, agar, asam alginat, serta bahan-bahan sintetis dan semisintetis seperti metilselulosa, hidroksietilselulosa, karboksimetilselulosa, dan karbopol yang merupakan polimer vinil sintetis dengan gugus karboksil yang terionisasi. Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih dan tembus cahaya yang mengandung zat – zat aktif dalam keadaan terlarut (Lachman, 1994).
Hidrogel cocok sebagai salep tidak berlemak untuk penerapan pada kulit dengan fungsi berlebih kelenjar sebaseus. Setelah kering meninggalkan suatu film tembus pandang elastis, dengan daya lekat tinggi, yang tidak menyumbat pori kulit. Pernafasan tidak dipengaruhi dan dapat dengan mudah dicuci dengan air, pembebasan bahan obat dinilai sangat bagus. Bahan obat dilepaskan dalam waktu lebih pendek dan nyaris sempurna dari pembawanya. Hidrogel selanjutnya berlaku sebagai salep dingin dan salep pelindung. Untuk menghindari suatu penguapan air, disarankan pengisian ke dalam tube (Voight, 1994).
a.    Karakteristik Gel
Sifat gel yang sangat khas yaitu (Lieberman, dkk., 1996) :
1)      Dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorsi larutan yang mengakibatkan terjadi penambahan volume.
2)      Sineresis, suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi dalam masa gel. Gel bila didiamkan secara spontan akan terjadi pengerutan dan cairan dipaksa keluar dari kapiler meninggalkan permukaan yang basah.
3)      Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan. Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk gel.
b.    Keuntungan Gel (Voight, 1994) :
1)        Kemampuan penyebarannya baik pada kulit.
2)        Efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari air pada kulit.
3)        Tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis.
4)        Kemudahan pencuciannya dengan air yang baik.
5)        Pelepasan obatnya baik.
c.    Bahan Pembentuk Gel
Bahan yang dapat digunakan sebagai pembentuk gel biasanya adalah hidrokoloid organik (misalnya tragakan, natrium alginat, turunan selulosa dan turunan polikarboksilat) dan hidrokoloid anorganik (misalnya bentonit dan veegum) (Anief, 1987; Voight, 1994) :
1)   Tragakan
Jumlah tragakan yang dibutuhkan untuk membentuk gel tergantung pada tujuan penggunaan. Sebagai lubrikan biasanya digunakan dengan konsentrasi 2-3% sedangkan sebagai pembawa obat topikal digunakan sekitar 5%. Penggunaan tragakan kurang diminati karena viskositasnya dipengaruhi oleh pH dan film yang ditinggalkan pada kulit cenderung membentuk flek dan mudah terdegradasi oleh mikroba.
2)   Natrium alginat
Natrium alginat digunakan sebagai lubrikan dengan konsentrasi 1,5-2%, sedangkan pada topikal digunakan 5-10%. Natrium alginat kurang disukai karena menghasilkan warna kuning tua dan membentuk massa gel yang kurang baik.
3)   Derivat selulosa
Derivat selulosa penggunaannya lebih luas sebagai bahan pembentuk gel karena dapat menghasilkan gel yang netral terhadap alkali dan asam dengan viskositas yang sangat stabil dan resistensinya sangat baik terhadap mikroba. Kejernihannya yang tinggi karena  bebas dari pengotor yang tidak larut dan memberikan lapisan film bila mengering pada kulit. Derivat selulosa yang biasanya digunakan adalah Na CMC, HPMC dan lain-lain.
4)   Pektin
Pektin dapat digunakan sebagai dasar gel untuk produk asam. Penggunaannya hampir selalu dengan gliserin sebagai humektan dalam basis gel untuk sediaan topikal. Pektin sangat mudah mengalami degradasi oleh mikroba sehingga faktor penyimpanan perlu mendapatkan perhatian khusus.
5)   Bentonit
Bentonit digunakan sebagai basis gel untuk topikal dengan konsentrasi 7-20%. Gel yang dihasilkan mempunyai pH 9 sehingga kurang cocok untuk kulit dan viskositasnya tidak stabil.
6)   Karbomer
Digunakan sebagai pengental sediaan dan produk kosmetik. Karbomer merupakan polimer dari asam akrilat dan dapat membentuk gel pada konsentrasi 0,5%. Dalam sistem cair, basa inorganik seperti NaOH, KOH atau NH4OH sebaiknya ditambahkan. pH harus dinetralkan karena karakter gel yang dihasilkan dipengaruhi oleh proses netralisasi atau pH yang tinggi. Viskositas dispersi karbomer dapat menurun dengan adanya ion-ion. Merupakan gelling agent yang kuat dan hanya diperlukan konsentrasi kecil.
d.   Pembuatan Gel
Proses pembuatan gel bervariasi sangat tergantung bahan dasar dan bahan obat yang digunakan, viskositas, konsistensi sistem koloid atau sistem dispersi dan faktor lain yang erat pengaruhnya pada proses pembuatan. Pembuatan gel dapat dilakukan dengan cara pencampuran bahan dalam keadaan dingin atau dalam pemanasan. Pencampuran dapat dilakukan dengan cara mencampurkan sebagian atau seluruh gel kemudian dipanaskan atau dikembangkan dalam air panas. Pencampuran dalam keadaan dingin dilakukan dengan cara mencampurkan bahan-bahan gel sedemikian rupa sehingga dihasilkan sediaan yang terdispersi secara homogen (Voight, 1994).
Umumnya pembuatan gel dengan viskositas rendah jauh lebih mudah dibandingkan dengan gel viskositas tinggi. Pada proses pembentukan gel mula-mula campuran diaduk kuat untuk mencegah timbulnya gelembung udara sampai sediaan cukup kental atau tidak terlalu sulit untuk dituang. Basis gel yang telah terbentuk ditambahkan ke dalam bahan obat yang dilarutkan dalam air atau dalam pelarut yang cocok. Untuk bahan yang tidak tahan pemanasan ditambah setelah basis gel dingin (Voight, 1994).
e.    Penyimpanan Gel
Sediaan gel merupakan sediaan yang mengandung air atau pelarut lain yang mudah menguap seperti etanol, maka pada waktu penyimpanan besar sekali kemungkinan terjadinya penguapan yang menyebabkan sediaan menjadi lebih padat dan kering (xerogel). Untuk mencegah hal tersebut, maka wadah yang digunakan adalah wadah yang bermulut lebar, tertutup rapat dan disimpan di tempat sejuk (Voight, 1994).
f.     Evaluasi Sediaan Gel
1)   Pemeriksaan organoleptis
Pengamatan dilihat secara langsung bentuk, warna dan bau dari gel yang dibuat. Gel biasanya jernih dengan konsistensi setengah padat (Ansel, 1989).
2)   Pemeriksaan Homogenitas
Homogenitas adalah salah satu faktor penting dan merupakan tolak ukur kualitas sediaan gel karena zat aktif yang digunakan berupa ekstrak yang harus terdistribusi merata dalam sediaan. Hal ini dapat ditunjukkan bila suatu gel dioleskan pada sekeping kaca transparan, maka gel tersebut harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1985).
3)   Pemeriksaan pH
Derajat keasaman atau pH sediaan gel diusahakan sama dengan pH fisiologis kulit dan apabila terdapat perbedaan, pH harus aman bila digunakan. Semakin jauh beda antara pH gel dengan pH fisiologis kulit (dapat lebih tinggi atau lebih rendah) maka sediaan dapat menimbulkan efek samping yang merugikan. Pengukuran pH dilakukan dengan cara mencelupkan alat pH meter ke dalam sediaan gel sampai menunjukkan angka yang konstan setelah beberapa saat. Nilai pH didapatkan dari angka tersebut (Depkes RI, 1995).
4)   Pengujian Daya Sebar
Uji daya sebar bertujuan untuk mengetahui kelunakan dari sediaan sehingga memberi kenyamanan pada saat pemakaian. Semakin besar nilai diameter daya sebar maka semakin besar luas permukaan yang bisa dijangkau oleh sediaan. Luas penyebaran berbanding lurus dengan kenaikan penambahan beban, semakin besar beban yang ditambahkan daya sebar yang dihasilkan semakin luas. Pengujian daya sebar dilakukan dengan cara sebanyak 0,5 gram sampel gel diletakkan di atas alat uji daya sebar kemudian ditutup, dibiarkan selama 15 detik dan luas daerah yang diberikan oleh sediaan dihitung, kemudian di atasnya diberi beban dan masing-masing dibiarkan selama 60 detik. Pertambahan luas yang diberikan oleh sediaan dapat dihitung (Voight, 1994).
5)   Pengujian Viskositas
Uji viskositas bertujuan untuk mengetahui seberapa kental sediaan yang dihasilkan, dimana viskositas tersebut menyatakan besarnya kekuatan suatu cairan untuk mengalir. Semakin tinggi viskositas, akan makin besar tahanannya. Sediaan diukur viskositasnya dengan menggunakan Viskotester VT 04 RION, LTD. Prinsip pengukuran viskositas dengan alat ini adalah cairan uji dimasukkan ke dalam mangkuk, rotor dipasang kemudian alat dihidupkan. Viskositas zat cair dapat langsung dibaca pada skala (Andriana et al., 2011).

B.     Tinjauan tentang Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan organ terbesar tubuh manusia. Luas kulit orang dewasa 1.5 meter persegi.  Kulit merupakan organ yang vital dan bervariasi mengikut keadaan iklim, umur, seks, ras dan juga bergantung lokasi tubuh. Warna kulit ada bermacam-macam, dari kulit yang terang (fairskin), pirang dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta warna hitam kecoklatan pada genitalia orang dewasa. Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya; kulit yang elastik dan longgar terdapat pada palpebra, bibir, dan preputium. Kulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada muka, yang lembut pada leher dan badan, yang  berambut kasar terdapat pada kepala (Wasitaatmadja, 2007).
Kulit terbagi menjadi tiga lapisan utama yaitu lapisan epidermis, lapisan dermis dan lapisan subkutis. 
1.    Epidermis 
Lapisan epidermis terdiri atas:
a.       stratum korneum
b.      stratum lusidum
c.       stratum granulosum
d.      stratum spinosum
e.       stratum basale (Wasitaatmadja, 2007) .
Stratum korneum adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapis  sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasma telah berubah menjadi keratin. Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan  sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki. Stratum granulosum merupakan dua atau tiga lapis sel-sel gepenag  dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Stratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun vertikal. Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Selain itu, sel ini membentuk melanin yang mengandung butir pigmen (melanosomes) (Wasitaatmadja, 2007).
2.    Lapisan Dermis 
Lapisan dermis adalah  lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri  atas lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar lapisan dermis dibagi  menjadi dua bagian yakni (Wasitaatmadja, 2007).:
a.    Pars papilare 
b.    Pars retikulare
Pars papilare merupakan bagian yang menonjol ke epidermis, berisi serabut saraf dan pembuluh darah. Pars retikulare merupakan bagian dibawahnya yang menonjol ke arah subkutan. Bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin, dan retikulin (Wasitaatmadja, 2007).
3.    Lapisan subkutis 
Lapisan subkutis adalah lanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat berisi sel-sel  lemak di dalamnya. Lapisan sel-sel lemak ini disebut panikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan (Wasitaatmadja, 2007).
C.      Tinjauan tentang Formula Gel
Bahan yang digunakan dalam pembuatan sediaan semipadat berupa gel umumnya terdiri dari bahan aktif, pembentuk gel (gelling agent), pengawet dan bahan tambahan lain (Sulaiman dan Kuswahyuning, 2008) :
a.       Bahan Aktif
Bahan aktif merupakan bahan yang didapat dari bahan alam maupun bahan kimia. Bahan aktif berperan penting dalam setiap sediaan, terutama dalam sediaan semipadat.
b.      Pembentuk Gel (gelling agent)
Pembentuk gel penting sebagai bahan pengikat membentuk suatu semisolid yang stabil. Bahan pembentuk gel yang biasa digunakan adalah koloid hidrofilik yang dapat terdispersi dalam media air. Bahan yang biasa digunakan gum alam seperti lumut inggris, gum tragakan, selulosa sintetik, CMC-Na, Magnesium  Alumunium Silikat dan lain-lain.
c.       Pengawet
Penambahan pengawet digunakan untuk menjaga dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme pada sediaan gel. Bahan pengawet yang sering digunakan adalah metil paraben dan propil paraben. Pemilihan bahan pengawet harus disesuaikan dengan stabilitasnya terhadap komponen lain dalam formulasi dan wadah serta pengaruhnya terhadap tempat aplikasi. Pengawet idealnya efektif tehadap konsentrasi rendah, larut pada konsentrasi yang digunakan, kompatibel dengan komponen lain dalam formulasi dan wadah, tidak berbau dan berwarna, stabil pada spektrum yang luas dan murah.
d.      Bahan tambahan lain
Kehilangan komponen air dapat dicegah dengan penambahan bahan yang bersifat higroskopik (humektan) seperti gliserin, propilen glikol dan sorbitol. Humektan penting digunakan untuk mencegah pengeringan sediaan. Humektan dapat juga berfungsi sebagai pelicin sediaan. Bahan pemanis dapat juga ditambahkan ke dalam sediaan gel untuk menutupi rasa dari bahan aktif yang pahit.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan gel dengan bahan aktif Natrium diklofenak adalah :
a.       Natrium diklofenak
Natrium diklofenak memiliki rumus molekul CH10Cl12NNaO2. Memiliki pemerian Putih, atau agak kekuningan, sedikit higroskopis, bubuk Kristal. Kelarutan sedikit larut dalam air, mudah larut dalam methanol, larut dalam ethanol 96%, sedikit larut dalam aseton. Stabilitas larutan yang sudah tidak mengandung oksigen lebih stabil dibandingkan dengan yang mengandung oksigen. Inkompabilitas        dalam larutan dengan pH lebih kecil dari 2, potensi berkurang dan cepat rusak dalam larutan alkali hidroksida. Kegunaannya sebagai siklooksigenase inhibitor, analgesic, antiinflamasi. Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya. Kadar penggunaan penggunaan topical dalam sediaan gel sebanyak 1%. Disimpan dalam tempat tertutup baik, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk dan kering. Digunakan sebagai coating agent, stabilizing agent, suspending agent, tablet and capsule disintegrant, tablet binder, viscosity increasing agent, water-absorbing agent. Kadar kegunaan sebagai emulsifying agent 0,25 - 1,0%, gel-forming agent 3,0 – 6,0%, dan oral solution 0,1 – 1,0% (British Pharmacopoea, 1893). Natrium diklofenak digunakan untuk menghilangkan rasa sakit gejala lokal dan pergelangan kaki, epikonditis. Untuk sediaan topikal digunakan kadar 1% dengan dosis 4 kali sehari dioleskan pada bagian yang sakit (Martindale, 2009).
b.      Natrium Karboksi Metil Selulosa (CMC Na)
Bahan pembentuk gel (gelling agent) yang digunakan adalah  Natrium karboksimetilselulosa (CMC Na). CMC Na adalah garam sodium yang berasal dari sebuah polikarboksimetil eter selulosa. Berat molekulnya adalah 90.000-700.000 g/mol. CMC Na digunakan sebagai agen penyalut, agen stabilitas, suspending agent, disintegran tablet dan kapsul, pengikat tablet serta agen pengabsorbsi air. Natrium karboksimetilselulosa biasa digunakan dalam bentuk sediaan oral dan topikal. Utamanya, untuk meningkatkan viskositas atau kekentalan dalam sediaan tersebut. Natrium karboksimetilselulosa juga digunakan sebagai bahan pengikat dan diintegrasi dalam pembuatan tablet, serta untuk stabilitas emulsi. Sebagai gelling agent, konsentrasi Na-CMC yang digunakan sebesar 3-6 % (Rowe, dkk., 2006).
Alasan : menghasilkan gel yang bersifat netral, viskositas stabil, resisten terhadap pertumbuhan mikroba, jernih dan menghasilkan film yang kuat pada kulit ketika kering (Kumalasari, 2014).
c.       Metil Paraben
Metil paraben memiliki ciri-ciri serbuk hablur halus, berwarna putih, hampir tidak berbau dan tidak mempunyai rasa kemudian agak membakar diikuti rasa tebal (Depkes, 1979; Rowe dkk., 2006).
Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet dan antimikroba dalam kosmetik, produk makanan dan formulasi farmasi dan digunakan baik sendiri atau dalam kombinasi dengan paraben lain atau dengan antimikroba lain. Konsentrasi metil paraben yang digunakan untuk sediaan oral antara 0,015-0,2 %, sedangkan untuk sediaan topikal berkisar antara 0,02-0,3%. Pada kosmetik, metil paraben adalah pengawet antimikroba yang paling sering digunakan. Jenis paraben lainnya efektif pada kisaran pH yang luas dan memiliki aktivitas antimikroba yang kuat. Metil paraben meningkatkan aktivitas antimikroba dengan panjangnya rantai alkil, namun dapat menurunkan kelarutan terhadap air, sehingga paraben sering dicampur dengan bahan tambahan yang berfungsi meningkatkan kelarutan. Kemampuan pengawet metil paraben ditingkatkan dengan penambahan propilen glikol (Rowe dkk., 2006).
Alasan : Paraben efektif pada kisaran pH yang luas dan memiliki spektrum aktivitas antimikroba (Kumalasari, 2014).
d.      Gliserin
Gliserin ditambahkan untuk mencegah kehilangan komponen air dari gel. Gliserin merupakan cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, kental, higroskopis, tetapi memiliki rasa manis, kira-kira 0,6 kali lebih manis daripada sukrosa. Gliserin digunakan dalam berbagai formulasi farmasi termasuk sediaan oral, mata, topikal dan parenteral. Dalam formulasi farmasi topikal dan kosmetik, gliserin digunakan terutama untuk humektan dan emolien dengan konsentrasi ≤30%. Dalam formulasi parenteral, gliserin digunakan terutama sebagai pelarut (Rowe dkk., 2006).
Alasan : mencegah gel menjadi kering, gliserin umumnya dianggap sebagai basis tidak beracun dan bahan non iritan (Kumalasari, 2014).
e.       Propilen glikol
Propilen glikol banyak digunakan sebagai pelarut dan pembawa dalam pembuatan sediaan farmasi dan kosmetik, khususnya untuk zat-zat yang yang tidak stabil atau zat yang tidak dapat larut dalam air. Propilen glikol berupa cairan bening, tidak berwarna, kental dan hampir tidak berbau. Memiliki rasa manis sedikit tajam menyerupai gliserol. Dalam kondisi biasa, propilen glikol stabil dalam wadah yang tertutup baik dan juga merupakan suatu zat kimia yang stabil bila dicampur dengan gliserin, air, atau alkohol (Rowe dkk., 2006).
Propilen glikol  telah  banyak  digunakan  sebagai  pelarut  dan  pengawet dalam  berbagai  formulasi parenteral dan  nonparenteral. Propilen glikol secara umum  merupakan pelarut yang lebih baik dari gliserin dan dapat melarutkan berbagai bahan, seperti kortikosteroid, fenol, obat-obatan sulfa, barbiturat, vitamin A dan D, alkaloid, dan banyak anestesi lokal (Rowe dkk., 2006).
Alasan : untuk mengurangi kecepatan penguapan air dari sediaan terutama setelah digunakan (Kumalasari, 2014).

BAB III
METODOLOGI

A.           Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini terdiri dari timbangan analitik, spatula, cawan porselen, batang pengaduk, kertas perkamen, sudip, mortir, stemper, pipet tetes, lap kain, tisu, pot salep, gelas ukur, beaker glas, heater air, dan sendok tanduk.

B.            Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah Natrium diklofenak, CMC Na, Gliserin, Propilen glikol, Metil paraben, dan Aquadest

C.           Prosedur Kerja
1.             Formulasi Sediaan Cream
Formulasi cream yang digunakan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. formulasi cream
No.
Nama Bahan
Kegunaan
Rentang
Formula
Gram
1.
Natrium diklofenak
Bahan Aktif
1%
1%
0,3
2.
CMC Na
Gelling Agent
3-6%
3%
1,5
3.
Gliserin
Emolient
≤ 30%
10%
3
4.
Propilen Glikol
Humektan

5%
1,5
5.
Metil Paraben
Pengawet
0,02-0,3%
0,3%
0,09
6.
Aquadest
Pelarut

Ad 100%
23,61

2.             Penimbangan
a.      Natrium diklofenak
b.      CMC Na
c.       Gliserin
d.      Propilen Glikol

e.       Metil Paraben
f.       Aquadest yang digunakan
= 30 - (0,3+ 1,5+ 3+1,5+0,09)
= 30 - 6,39
= 23.61 mL
3.             Cara kerja
a)        Natrium diklofenak dilarutkan dengan sebagian air.
b)        CMC Na dikembangkan dengan air 20 kali beratnya didalam mortar.
c)        Sedikit demi sedikit larutan natrium diklofenak dimasukkan dalam basis (b).
d)       Ditambahkan gliserin dan digerus sampai homogen.
e)        Metil paraben dilarutkan dengan propilen glikol kemudian dicampurkan kedalam campuran (d).
f)         Sediaan yang telah jadi dimasukkan kedalam wadah.

4.      Cara Evaluasi Sediaan
a.             Uji organoleptis
Pengujian organoleptis dilakukan dengan mengamati sediaan salep dari bentuk, bau, dan warna sediaan (Anief, 1997).
b.             Uji pH
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan pH-indikator strip. Sediaan dimbil sedikit kemudian dilarutkan dengan air diaduk sampai homogen. Masukkan indicator strip kedalam cawan kemudian dicocokkan pada pH indicator dan diamati perubahan warna yang terjadi.
c.             Uji homogenitas
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui homogenitas atau tercampurnya bahan-bahan pada sediaan cream tersebut.
Pengujian ini dilakukan dengan cara :
1.             Diambil cream atau sediaan secukupnya
2.             Doleskan diatas kertas perkamen
3.             Diratakan dengan bantuan batang pengaduk
4.             Diamati apakah terdapat gumpalan atau tidak
d.            Uji daya sebar
Pengujian ini diartikan sebagai kemampuan menyebarnya salep pada kulit. Dilakukan dengan cara:
1.             Ditimbang 0,5 g cream
2.             Diletakkan ditengah alat uji (kaca berskala), diamkan 2 menit
3.             Ditambahkan beban 50 g, dilakukan selama 1 menit, dicatat diameter hasilnya
4.             Ditambahkan beban 100 g, diamkan selama 1 menit, dicatat diameter hasilnya
5.             Ditambahkan beban 150 g, diamkan selama 1 menit, dicatat diameter hasilnya
e.             Uji acceptabilitas
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan dan pertahanan aktivitas obat atau cream terhadap pencucian. Sediaan dioleskan pada permukaan kulit kemudian dibilas menggunakan air.
D.           Rancangan Kemasan
1.             Dos /wadah

2.             Brosur

3.             Etiket























BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil
Hasil evaluasi sediaan
1.    Uji Organoleptik
Kriteria uji
Hasil uji
Bau
Tidak berbau
Warna
Putih bening
Tekstur
Lembek
Bentuk
Gel

2.    Uji pH
No.
Kriteria Uji
Hasil Uji
1
pH
7

3.    UJi Daya Sebar
No.
Kriteria Uji
Hasil Uji
1
Tanpa Beban
3 cm
2
Beban 50 gram
4 cm
3
Beban 100 gram
4,5 cm
4
Beban 150 gram
4,8 cm

4.    Uji Homogenitas
No.
Kriteria Uji
Homogenitas
1
Terdapat gumpalan/tidak
Tidak terdapat gumpalan

5.    Uji Acceptabilitas

No.
Kriteria Uji
Hasil Uji
1
Saat Dioleskan
Mudah dioleskan
2
Kelembutan
Lembut
3
Tercuci Air
Mudah  tercuci air
B.     Pembahasan
1)      Pembuatan sediaan
Sediaan yang dibuat kali ini adalah gel. Dalam pembuatan gel, dibutuhkan suatu bahan yang dapat membentuk masa gel pada sediaan. Pada praktikum kali ini digunakan gelling agent berupa CMC Na. CMC Na dipilih karena menghasilkan gel yang bersifat netral, viskositas stabil, resisten terhadap pertumbuhan mikroba, jernih dan menghasilkan film yang kuat pada kulit ketika kering (Kumalasari, 2014). CMC Na yang ditambahkan sebesar 5% dikembangkan dengan air sebanyak 20 kalinya, didiamkan selama 15 menit diaduk perlahan sampai terbentuk masa gel.
Sediaan gel mengandung 78,7% air, dalam penyimpanannya dikawatirkan akan terjadi kontak dengan udara ataupun medium lain, sehingga sediaan menjadi media ideal dalam pertumbuhan dan kontaminasi mikroorganisme. Untuk menghindari hal tersebut ditambahkan pengawet sebagai bahan untuk menghambat pertumbuhan dan kontaminasi mikroba dalam sediaan selam penyimpanan. Dalam formula ini ditambahkan metilparaben sebesar 0,3% sebagai pengawet. Metil paraben digunakan karena efektif pada kisaran pH yang luas dan memiliki spektrum aktivitas antimikroba (Kumalasari, 2014).
Sediaan ditujukan untuk penggunaan topikal yang bertujuan mengurangi rasa sakit dan gejala lokal pada kesleo pergelangan kaki ataupun nyeri sendi lainnya. Sehingga menggunakan bahan aktif natrium diklofenak yang bekerja menghilangkan rasa sakit gejala lokal dan pergelangan kaki, epikonditis. Untuk sediaan topikal digunakan kadar 1% dengan dosis 4 kali sehari dioleskan pada bagian yang sakit (Martindale, 2009).
 Dalam formula digunakan propilen glikol sebagai bahan untuk meningkatkan penetrasi obat ke daerah nyeri. Propilen glikol juga digunakan untuk melarutkan bahan pengawet. Propilen glikol dipilih karena dapat mengurangi kecepatan penguapan air dari sediaan terutama setelah digunakan (Kumalasari, 2014).
Gliserin digunakan sebagai emolient untuk mencegah gel menjadi kering, gliserin dipilih karena tidak beracun dan bahan non iritan (Kumalasari, 2014). Sehingga diharapkan gel yang dibuat dapat digunakan sebagai perlindungan bagi kulit. Pada kondisi normal kandungan air dan tekanan uap epidermis lebih tinggi dari tekan udara sekitarnya, sehingga terjadi penguapan air dari prmukaan kulit. Kulit menjadi kering karena kehilangan air yang berlebihan dari lapisan tanduk ketika terpapar pada kelembapan yang rendah, hidrasi yang tidak cukup dari lapisan epidermis dibawahnya, dan pergerakan udara. Oleh karena itu penambahan gliserin dapat mencegah hal tersebut.  
2)      Evaluasi
1.      Uji Organoleptik
Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih bening, tidak berbau, bertekstur lembek seperti standartnya gel. hasil pemeriksaan organoleptis tidak menunjukkan pemisahan fase, perubahan warna, maupun perubahan bau selama penyimpanan.
2.      Uji pH
Hasil pengukuran pH sediaan hampir memenuhi kriteria pH kulit yaitu pada gel ini menunjukan pH 7 sedangkan kriteria pH kulit yaitu berada pada interval pH 4,5-6,5 (Naibaho, dkk, 2013). Seharusnya pH yang dihasilkan sesuai dengan pH pada kulit, hasil ini dikarenakan bahan-bahan yang digunakan banyak yang bersifat basa. Sediaan yang tidak memenuhi kriteria pH akan menyebabkan kulit menjadi kering.
3.      Uji Daya Sebar
Pengujian daya sebar pada sediaan gel ini dilakukan untuk melihat kemampuan sediaan menyebar pada kulit, dimana suatu basis gel sebaiknya memiliki daya sebar yang baik untuk menjamin pemberian bahan obat yang memuaskan. Hasil pengukuran daya sebar dapat dilihat pada tabel uji evaluasi. Perbedaan daya sebar antara beban yang digunakan yaitu, semakin berat beban yang digunakan maka semakin besar diameter yang dihasilkan. Ini menunjukkan bahwa gel yang dihasilkan sudah baik.
Perbedaan daya sebar sangat berpengaruh pada kecepatan difusi zat aktif dalam melewati membran. Semakin luas membran tempat sediaan menyebar maka koefisien difusi makin besar yang mengakibatkan difusi obatpun semakin meningkat, sehingga semakin besar daya sebar suatu sediaan maka makin baik (Hasyim et al, 2012).
4.      Uji Homogenitas
Uji homogenitas yang dilakukan memberikan hasil yang homogen untuk sediaan gel, dilihat berdasarkan tidak adanya gumpalan maupun butiran kasar pada sediaan. Ini menunjukkan gel yang dihasilkan sudah homogen.
Sediaan gel yang homogen mengindikasikan bahwa ketercampuran dari bahan-bahan gel yang digunakan baik. Suatu sediaan gel harus homogen dan rata agar tidak menimbulkan iritasi dan terdistribusi merata ketika digunakan.
5.      Uji Acceptabilitas
Kemudahan suatu sediaan saat dioleskan dipermukaan kulit berpengaruh pada absorpsi obat melalui kulit dan acceptabilitas pada pasien. Semakin mudah dioleskan pada kulit maka konsentrasi obat yang diabsorpsi oleh kulit juga meningkat.
Sediaan gel yang dihasilkan mudah tercuci air sehingga waktu kontak dengan permukaan kulitn cepat. Waktu kontak sediaan dengan permukaan kulit juga berpengaruh pada absorpsi obat melalui kulit. Semakin besar waktu kontak obat pada kulit maka konsentrasi obat yang diabsorpsi oleh kulit juga meningkat (Naibaho, dkk, 2013).





























BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Formulasi gel yang dibuat sediaan menghasilkan kriteria salep yang baik dibuktikan dengan uji organoleptis, uji daya sebar, uji homogenitas, uji acceptabilitas, dan uji pH.
B.     Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat stabilitas gel pada penyimpanan dengan berbagai suhu. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membuat formula gel ekstrak daun jambu mete dengan gelling agent yang lain.




















DAFTAR PUSTAKA
Andriana et al., 2011. Pengaruh Konsentrasi Tragakan terhadap Mutu Fisik Sediaan Pasta Gigi Ekstrak Etanolik Daun Mahkota Dewa (Phaleria papuana Warb Var. Wichnannii) sebagai Antibakteri Streptococcus mutans. Jurnal Farmasi Indonesia, Vol. 8 No. 1.
Anief, M. 1997. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gajah Mada  University  Press.
Anief, M., 1987. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Ansel, H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV, Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Depkes RI, 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Depkes RI, 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Ditjen POM, 1985. Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan.
Hasyim, N., K. L. Pare, I. Junaid, A. Kurniati. 2012. Formulasi dan Uji Efektivitas Gel Luka Bakar Ekstrak Daun Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata L.) pada Kelinci (Oryctolagus cuniculus). Majalah Farmasi dan Farmakologi. 16(2): 89-94.
Katzung, B.G. 2002.  Farmakologi Dasar dan Klinik  (Terjemahan: Dripa  Sjabana,  dkk),  edisi kedua.  Jakarta: Penerbit  Salemba Medika , hal. 462.
Kumalasari, Nur. 2014. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Cmc Na Terhadap Karakteristik Sediaan Gel Ekstrak Daun Jambu Mete (Anacardium Occidentale L.). Naskah Skripsi. Program Studi S-1 Farmasi Fakultas Farmasi Bhakti Wiyata Kediri.
Lachman, L., Lieberman, H.A., dan Kanig, J.L., 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta : Terjemahan Siti Suyatmi, Universitas Indonesia Press.
Lieberman, H. A., Rieger, M.M., dan Banker, G.S., 1996. Pharmaceutical Dosage From Dispers System. Volume 3. Marcel Dekker Inc, New York.
Naibaho, Olivia H. Paulina V. Y. Yamlean, Weny Wiyono. 2013. Pengaruh Basis Salep Terhadap Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Daun Kemangi ( Ocimum Sanctum L.) Pada Kulit Punggung Kelinci Yang Dibuat Infeksi Staphylococcus Aureu. Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 2 No. 02. ISSN 2302 – 2493.
Rowe, R.C., Sheskey, P.J., dan Owen S.C., 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients. Fifth edition. American Pharmaceutical Association and the Pharmaceutical Society of Great Britain. Washington dan London.
Sulaiman, T.N.S. dan Kuswahyuning, Rina, 2008. Teknologi dan Formulasi Sediaan Semipadat, Yogyakarta: Lab. Teknologi Farmasi Fak. Farmasi UGM.
Sweetman, C Sean. 2009. Martindale The Complite Drug Reference Six Edition. London: Pharmaceutical Press.
The Departement of Healt. 2009. British Pharmacopoeia. London: The Stationery Office On Behalf Of The Medicines and Healthcare.
Voigt, Rudolf, 1994. Buku pelajaran Teknologi farmasi. Edisi V, Jakarta : Penerjemah: Soendani, Noerono, Gadja Mada University Press.
Zatz, J.L., Kushla,  G.P. 1996. Gels, Intervensi: Lieberman,  H.A., Rieger,  M.M.,  Banker,  G.S. Pharmaceutical  Dosage  Forms: Disperse  Systems.  vol.2,  New York: Marcell  Dekker  Inc.,  pp. 399-415.











LAMPIRAN
Penimbangan Bahan
 


                                                                                                                




Penimbangan natrium diklofenak
Penimbangan  gliserin
Penimbangan  CMC Na
 

Penimbangan  metil paraben
Penimbangan  propilen glikol
 










Pembuatan Gel
 


                                                                                                                 



Evaluasi Sediaan Gel
Evaluasi daya sebar beban 100 g
Evaluasi daya sebar beban 50 g
Evaluasi daya sebar tanpa beban
 












                                                                                                              



Evaluasi daya sebar beban 150 g
Uji Homogenitas
Evaluasi pH
 



















Tidak ada komentar:

Posting Komentar