BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tonik
digunakan untuk memacu dan memperkuat semua sistem dan organ serta menstimulasi
perbaikan sel-sel tonus otot. Efek tonik ini terjadi karena efek stimulan yang
dilakukan terhadap system syaraf pusat. Efek tonik ini dapat digolongkan ke
dalam golongan psikostimulansia. Senyawa psikostimulansia dapat meningkatkan
aktivitas psikis, menghilangkan rasa kelelahan dan penat, serta meningkatkan
kemampuan berkonsentrasi dan kapasitas yang bersangkutan (Mutschler, 1986).
Kafein
merupakan derivat xantin yang paling kuat, menghasilkan stimulasi korteks dan
medula dan bahkan stimulasi spiral pada dosis yang besar, sedangkan teobromin
merupakan stimulan sistem saraf pusat yang paling lemah dan mungkin bahkan
tidak aktif pada manusia (Nieforth dan Cohen, 1981). Kafein merupakan senyawa
yang memberikan efek psikotonik yang paling kuat yang dapat menghilangkan
gejala kelelahan dan meningkatkan kemampuan berkonsentrasi dan kapasitas yang
bersangkutan (Mutschler, 1986).
Tonikum
merupakan sediaan cair yang mengandung vitamin dan mineral,serta zat pahit,
antara lain: cola, cardamon, orange dan aloe, serta komponenlainnya, yakni
gliserofosfat dan senyawa besi (Anonim, 1997). Efek tonikumdisebut efek tonik,
yaitu efek yang memacu dan memperkuat semua sistem danorgan serta menstimulan
perbaikan sel-sel tonus otot. Efek tonik ini terjadi karenaefek stimulan yang
dilakukan terhadap sistem saraf pusat. Efek tonik ini dapatdigolongkan ke dalam
golongan psikostimulansia. Senyawa psikostimulansia dapat meningkatkan
aktivitas psikis, menghilangkan rasa kelelahan dan penat, sertameningkatkan
kemampuan berkonsentrasi dan kapasitas yang bersangkutan(Mutschler,
1986).Stimulan yang dihasilkan bekerja pada korteks yang mengakibatkan
efekeuforia, tahan lelah, stimulasi ringan. Pada medula menghasilkan
efekpeningkatan pernapasan, stimulasi vasomotor, stimulasi vagus. Euforia dapat
menimbulkanpenundaan timbulnya sikap negatif terhadap kerja yangmelelahkan
(Nieforth & Cohen, 1981).
B.
Rumusan Masalah
(1) Apa pengertian tonikum?
(2) Bagaimana mekanisme tonikum?
(3) Bagaimana efek tonikum pada hewan coba?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan praktikum ini antara lain:
(1) Untuk mengetahui tentang tonikum.
(2) Untuk mengetahui mekanisme tonikum.
(3)
Untuk mengetahui efek tonikum pada hewan coba.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Dasar teori
1.
Rasa Lelah
Lelah bagi
setiap orang akan mempunyai arti tersendiri dan bersifat subyektif. kelelahan
merupakan kondisi kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta
ketahanan tubuh. Menurut Marbun (1993) dalam Nurhayati (2008), rasa
lelah merupakan hubungan dengan aktivitas fisik berarti ketidak mampuan untuk
melakukan aktivitas tertentu. Rasa lelah dapat terjadi karena aktivitas fisik
atau mental dan dapat merupakan gejala suatu penyakit. Rasa lelah yang lama
akan disertai gejala nyeri otot, nyeri sendi, nyeri tenggorokan, demam ringan
dan nyeri kelenjar. Terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot dan
kelelahan umum. Kelelahan otot merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri
pada otot, sedangkan kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk
bekerja yang disebabkan oleh monotoni (pekerjaan yang sifatnya monoton),
intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, kondisi mental dan
psikologis, status kesehatan, dan gizi. Pengaruh-pengaruh tersebut terakumulasi
di dalam tubuh manusia dan menimbulkan perasaan lelah yang dapat menyebabkan
seseorang berhenti beraktivitas (Kyla, 2008).
Grandjean (1988)
mengklasifikasikan kelelahan ke dalam 7 bagian yaitu:
1)
Kelelahan visual, meningkatnya kelelahan
mata.
2)
Kelelahan tubuh secara umum, akibat
beban fisik yang berlebihan.
3)
Kelelahan mental, disebabkan oleh pekerjaan
mental atau intelektual.
4)
Kelelahan syaraf, disebabkan oleh
tekanan berlebihan pada salah satu bagian sistem psikomotor, seperti pada
pekerjaan yang membutuhkan keterampilan.
5)
Pekerjaan yang bersifat monoton.
6)
Kelelahan kronis, kelelahan akibat
akumulasi efek jangka panjang
7)
Kelelahan sirkadian, bagian dari ritme
siang-malam, dan memulai periode tidur yang baru.
Suma’mur (1996)
menyatakan bahwa produktivitas mulai menurun setelah empat jam bekerja terus
menerus (apapun jenis pekerjaannya) yang disebabkan oleh menurunnya kadar gula
di dalam darah. Itulah sebabnya istirahat sangat diperlukan minimal setengah
jam setelah empat jam bekerja terus menerus agar pekerja memperoleh kesempatan
untuk makan dan menambah energi yang diperlukan tubuh untuk bekerja.
Kelelahan akan
meningkat dengan lamanya pekerjaan yang dilakukan, sedangkan menurunnya rasa
lelah adalah dengan memberikan istirahat yang cukup, tetapi dalam penelitian
ini dengan adanya perlakuan pada mencit jantan dengan pemberian sediaan tonikum
dapat menunda rasa lelah dan meperpanjang waktu aktivitas. Pengukuran kelelahan
sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara
langsung.
Pengukuran-pengukuran
yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya hanya berupa indikator yang menunjukkan
terjadinya kelelahan akibat kerja (Grandjean, 1993 dalam Tarwaka et al,
2004).
2.
Tonikum
Menurut Ramli dan Pamoentjak (2000) dalam
Damayanti (2008), “Tonikum adalah obat yang menguatkan badan dan merangsang
selera makan”. Tonikum adalah istilah yang digunakan untuk kelas preparat
obat-obatan yang dipercaya mempunyai kemampuan mengembalikan tonus normal pada
jaringan. Tonikum mempunyai efek yang menghasilkan tonus normal yang ditandai
dengan ketegangan terus-menerus (Dorlan, 1996 dalam Damayanti, 2009).
Mutschler (1986) dalam Damayanti
(2008), menyatakan bahwa efek dari tonikum adalah berupa efek yang memacu dan
memperkuat semua sistem organ serta menstimulan perbaikan sel-sel tonus otot.
Efek tonik terjadi karena efek stimulan yang dilakukan terhadap sistem saraf
pusat. Efek tonus dapat digolongkan ke dalam golongan psikostimulansia. Senyawa
ini dapat menghilangkan kelelahan dan penat, serta meningkatkan kemampuan
berkonsentrasi dan kapasitas yang bersangkutan. “Tonik yaitu sediaan cair yang
mengandung vitamin dan mineral, serta zat pahit. Komponen lain dalam tonik
antara lain gliserofosfat dan senyawa besi” (Ramli dan Pamoentjak, 2000 dalam
Restiani, 2009).
Restiani (2009), menyatakan bahwa efek tonik
yaitu efek yang memacu dan memperkuat semua sistem dan organ serta menstimulan
perbaikan sel-sel tonus otot. Efek tonik ini terjadi karena efek stimulasi yang
dilakukan terhadap SSP (Sistem Saraf Pusat). Efek tonik dapat digolongkan ke
dalam psikostimulansia (psikotonik) yang dapat meningkatkan aktivitas psikis,
menghilangkan rasa kelelahan dan penat, serta meningkatkan kemampuan
berkonsentrasi dan kapasitas yang bersangkutan. Seperti yang dikatakan
Mutschler (1986) senyawa ini tidak memiliki khasiat antipsikotonik. Pada dosis
yang amat berlebih merupakan racun kejang. Stimulan yang dihasilkan bekerja
pada korteks yang mengakibatkan efek tahan lelah, dan stimulasi ringan. Pada
medula menghasilkan efek peningkatan pernafasan, stimulasi vasomotor dan vagus.
Euforia dapat menunda berkembangnya sikap negatif terhadap kerja yang
melelahkan (Nieforth dan Cohen, 1981 dalam Restiani, 2009).
3. Kafein
Kafein merupakan senyawa kimia
alkaloid terkandung secara alami pada lebih dari 60 jenis tanaman terutama teh
(1- 4,8 %), kopi (1-1,5 %), dan biji kola(2,7-3,6 %). Kafein diproduksi secara
komersial dengan cara ekstraksi dari tanaman tertentu serta diproduksi secara
sintetis. Kebanyakan produksi kafein bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
industri minuman. Kafein juga digunakan sebagai penguat rasa atau bumbu pada
berbagai industri makanan (Misra et al, 2008).
Kafein ditemukan pertama kali pada tahun 1827 dan
dinamakan theine. Namun, setelah diketahui bahwa theine pada teh
memiliki sifat yang sama dengan kafein pada kopi, nama
theine
tidak
digunakan lagi. Jumlah kafein yang terkandung di dalam teh tergantung pada
berbagai faktor seperti jenis daun teh, tempat tumbuhnya tanaman teh, ukuran
partikel teh, serta metode dan lamanya waktu penyeduhan. Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa lokasi perkebunan teh mempengaruhi kadar kafein pada daun teh
tersebut (Mokhtar et al, 2000).
Bersama-sama dengan teobromin dan teofilin, kafein,
termasuk ke dalam senyawa kimia golongan xanthin. Ketiga senyawa tersebut
mempunyai daya kerja sebagai stimulan sistem syaraf pusat, stimulan otot
jantung, meningkatkan aliran darah melalui arteri koroner, relaksasi otot polos
bronki, dan aktif sebagai diuretika, dengan tingkatan yang berbeda. Dan, tidak
sama dengan yang lain, daya kerja sebagai stimulan sistem syaraf pusat dari
kafein sangat menonjol sehingga umumnya digunakan sebagai stimulan sentral.
Kafein bekerja pada sistem syaraf pusat, otot
termasuk otot jantung, dan ginjal. Pengaruh pada sistem syaraf pusat terutama
pada pusat-pusat yang lebih tinggi, yang menghasilkan peningkatan aktivitas
mental dan tetap terjaga atau bangun. Kafein meningkatkan kinerja dan hasil
kerja otot, merangsang pusat pernapasan, meningkatkan kecepatan dan kedalaman
napas. Daya kerja sebagai diuretika dari kafein, didapat dengan beberapa cara
seperti meningkatkan aliran darah dalam ginjal dan kecepatan filtrasi
glomerulus, tapi terutama sebagai akibat pengurangan reabsorpsi tubuler normal.
Kafein dapat mengakibatkan ketagihan ringan. Orang
yang biasa minum kopi atau teh akan menderita sakit kepala pada pagi hari, atau
setelah kira-kira 12-16 jam dari waktu ketika terakhir kali mengkonsumsinya.
Metabolisme di dalam tubuh manusia akan mengubah
kafein menjadi lebih dari 25 metabolit, terutama paraxanthine, theobromine, dan
theophylline. Jika terlampau banyak mengkonsumsi kafein akan menyebabkan sakit
maag, insomnia, diuresis, pusing, dan gemetaran. Jika konsentrasi mencapai 10
nmol/mL dalam darah, kafein dapat menstimulasi sistem saraf pusat (Misra et
al, 2008).
a. Sifat
fisik kafein

Wujud :
bubuk putih tidak berbau
Berat molekul :
194.19 g/mol Densitas : 1.23 g/cm3, solid
Titik leleh :
227–228 °C (anhydrous) 234–235 °C (monohydrate)
Titik didih :
178 °C subl.
Kelarutan dalam air :
2.17 g/100 ml (25 °C) 18.0 g/100 ml (80 °C) 67.0 g/100 ml (100 °C)
Keasaman :
-0,13 – 1,22 pKa
Momen dipole :
3.64 D
(Mumin et al.,
2006)
b.
Sifat kimia kafein
Kafein termetabolisme di dalam hati
menjadi tiga metabolit utama yaitu paraxanthine (84%), theobromine (12%), dan
theophylline (4%).

Kafein ialah alkaloid yang tergolong dalam
keluarga methylxanthine bersama sama senyawa tefilin dan teobromin,
berlaku sebagai perangsang sistem saraf pusat. Pada keadaan asal, kafein ialah
serbuk putih yang pahit (Phytomedical Technologies, 2006) dengan rumus kimianya
C6 H10 O2, dan struktur kimianya 1,3,7- trimetilxantin (Farmakologi UI, 1995).
c.
Sumber Kafein
Kafein ialah senyawa kimia yang dijumpai
secara alami di didalam makanan contohnya biji kopi, teh, biji kelapa, buah
kola (cola nitide) guarana, dan mate. Teh adalah sumber
kafein yang lain, dan mengandung setengah dari kafein yang dikandung kopi.
Beberapa tipe teh yaitu teh hitam mengandung lebih banyak kafein dibandingkan
jenis teh yang lain. Teh mengandung sedikit jumlah teobromine dan
sedikit lebih tinggi theophyline dari kopi.
Kafein juga merupakan bahan yang dipakai
untuk ramuan minuman non alkohol seperti cola, yang semula dibuat dari kacang
kola. Soft drinks khususnya terdiri dari 10-50 miligram kafein. Coklat
terbuat dari kokoa mengandung sedikit kafein. Efek stimulan yang lemah dari
coklat dapat merupakan kombinasi dari theobromine dan theophyline sebagai
kafein (Casal et al.2000).
d.
Farmakodinamik Kafein
Kafein mempunyai efek relaksasi otot polos,
terutama otot polos bronchus, merangsang susunan saraf pusat, otot jantung,
dan meningkatkan diuresis.
1)
Jantung, kadar rendah kafein
dalam plasma akan menurunkan denyut jantung, sebaliknya kadar kafein dan teofilin
yang lebih tinggi menyebabkan tachicardi, bahkan pada individu yang
sensitif mungkin menyebabkan aritmia yang berdampak kepada kontraksi ventrikel
yang premature.
2)
Pembuluh darah, kafein
menyebabkan dilatasi pembuluh darah termasuk pembuluh darah koroner dan
pulmonal, karena efek langsung pada otot pembuluh darah.
3)
Sirkulasi Otak, Resistensi
pembuluh darah otak naik disertai pengurangan aliran darah dan PO 2 di otak,
ini diduga merupakan refleksi adanya blokade adenosine oleh Xantin (Farmakologi
UI, 1995).
e.
Efek jangka Pendek
Kafein
Mencapai jaringan dalam waktu 5 (lima) menit
dan tahap puncak mencapai darah dalam waktu 50 menit, frekuensi pernafasan ;
urin, asam lemak dalam darah ; asam lambung bertambah disertai peningkatan
tekanan darah. Kafein juga dapat merangsang otak (7,5-150 mg) dapat
meningkatkan aktifitas neural dalam otak serta mengurangi keletihan), dan dapat
memperlambat waktu tidur (Drug Facts Comparisons, 2001).
f.
Efek Jangka panjang
Kafein
Pemakaian lebih dari 650mg dapat
menyebabkan insomnia kronik, gelisah, dan ulkus. Efek lain dapat meningkatkan
denyut jantung dan berisiko terhadap penumpukan kolesterol, menyebabkan
kecacatan pada anak yang dilahirkan (Hoeger, Turner, and Hafen, 2002).
g.
Farmakologi Kafein
Kafein adalah stimulan
dari sistem saraf pusat dan metabolisme, digunakan secara baik untuk pengobatan
dalam mengurangi keletihan fisik dan juga dapat meningkatkan tingkat
kewaspadaan sehingga rasa ngantuk dapat ditekan. Kafein juga merangsang sistem
saraf pusat dengan cara menaikkan tingkat kewaspadaan, sehingga fikiran lebih
jelas dan terfokus dan koordinasi badan menjadi lebih baik (Ware, 1995).
h.
Matabolisme Kafein
Diserap sepenuhnya oleh tubuh melalui usus
kecil dalam waktu 45 menit setelah penyerapan dan disebarkan ke seluruh
jaringan tubuh. Pada orang dewasa yang sehat jangka waktu penyerapannya adalah
3-4 jam, sedangkan pada wanita yang memakai kontrasepsi oral waktu penyerapan
adalah 5-10 jam. Pada bayi dan anak memiliki jangka waktu penyerapan lebih panjang
(30 jam).
Kafein diuraikan dalam hati oleh sistem
enzym sitokhrom P 450 oksidasi kepada 3 dimethilxanthin metabolik, yaitu
:
1)
Paraxanthine (84%), mempunyai efek meningkatkan lipolysis, mendorong pengeluaran
gliserol dan asam lemak bebas didalam plasma darah.
2)
Theobromine (12%), melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan volume urin.
Theobromine merupakan alkaloida utama didalam kokoa (coklat).
3)
Theophyline (4%), melonggarkan otot saluran pernafasan, digunakan pada
pengobatan asma.
Masing masing dari hasil
metabolisme ini akan dimetabolisme lebih lanjut dan akan dikeluarkan melalui
urin (Drug Facts Comparisons, 2001).
B.
Metode
1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah
hairdryer, kain kering, aquarium, stopwatch dan spuit 1cc.
2. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah
air dan cofein.
3. Cara
Kerja
|
-
Disiapkan hewan coba
sejumlah 2 ekor tikus

-
Diberi perlakuan peroral aquades pada
tikus 1 sebagai kontrol negatife
-
Diberi perlakuan peroral kafein pada
tikus 2 sebagai kontrol positif
-
Direnangkan terlebih dahulu sebelum
diberi sediaan pada hewan coba dalam reservoir sampai timbul kelelahan dengan
tanda hewan uji menundukkan kepalanya dibawah permukaan air.
-
Dicatat waktu timbul kelelahan. Hewan
uji diistirahatkan selam 30 menit, dan diberi perlakuan.
-
|
Direnangkan kembali 30 menit kemudian dan dicatat
waktu perpanjangan reaksi, yakni selisih waktu timbulnya lelah pada hewan uji
setelah pemberian sediaan dan sebelum pemberian sediaan.
|